^ Scroll to Top

Sunday, June 30, 2013

If you are looking for Best English Story, look no more!
you can find it at this AMAZING BLOG

http://www.english-story-collection.blogspot.com

Saturday, June 22, 2013

Untuk membaca cerita bahasa indonesia silahkan kunjungi:

Blog Kumpulan Cerita Bahasa Indonesia



---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
To read English story please visit:

Blog To Read English Stories


Wednesday, June 19, 2013

To Read more click READING RESOURCES on the right >>>>>>>>>>>>>>>>
Top Short Story List

Sunday, May 26, 2013

Dahulu ada seorang raja yang adil dan bijaksana Prabu Tapa Agung namanya. Beliau dianugrahi tujuh orang putri. Berturut-turut mereka itu adalah Purbararang, Purbadewata, Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik, Purbaleuih, dan si bungsu Purbasari. Ketujuh putri itu sudah menikah remaja dan semuanya cantik-cantik. Yang paling cantik dan paling manis budinya adalah Purbasari. Ia menjadi buah hati seluruh rakyat Kerajaan Pasir Batang.

Putri sulung Purbararang sudah bertunangan dengan Raden Indrajaya, putra salah seorang mentri kerajaan. Kepada Purbararang dan Indrajayalah seharusnya Prabu Tapa Agung dapat mempercayakan kerajaan. Akan tetapi, walaupun beliau sudah lanjut usia dan sudah waktunya turun tahta, beliau belum leluasa untuk menyerahkan mahkota. Karena, baik Purbararang maupun Indrajaya belum dapat beliau percaya sepenuhnya.

Sang Prabu merasa sebagai putri sulung, Perangai Purbararang tidak sesuai dengan yang diharapkan dari seorang pemimpin kerajaan. Purbararang mempunyai sifat angkuh dan kejam, sedangkan Indrajaya adalah seorang pesolek. Bangsawan muda itu akan lebih banyak memikirkan pakaian dan perhiasan dirinya daripada mengurus keamanan dan kesejahteraan rakyat kerajaan.

Menghadapi masalah seperti itu, Prabu Tapa Agung sering bermuram durja. Demikian pula permaisurinya, ibunda ketujuh putri itu. Mereka sering membicarakan masalah itu, tetapi tidak ada jalan keluar yang ditemukan.

Namun, kiranya kerisauan dan kebingungan raja yang baik itu diketahui oleh Sunan Ambu yang bersemayam di kahyangan atau Buana Pada. Pada suatu malam, ketika Prabu Tapa Agung tidur, beliau bermimpi. Di dalam mimpinya itu Sunan Ambu berkata, “Wahai Raja yang baik, janganlah risau. Sudah saatnya kamu beristirahat. Tinggalkanlah istana. Tinggalkanlah tahta kepada putri bungsu Purbasari. Laksanakanlah keinginanmu untuk jadi pertapa.”

Setelah beliau bangun, hilanglah kerisauan beliau. Petunjuk dari khayangan itu benar-benar melegakan hati beliau dan permaisuri.

Keesokan harinya sang Prabu mengumpulkan ketujuh putri beliau, pembantu, penasehat beliau yang setia, yaitu Uwak Batara Lengser, patih, para menteri dan pembesar-pembesar kerajaan lainnya.

Beliau menyampaikan perintah Sunan Ambu dari Kahyangan bahwa sudah saatnya beliau turun tahta dan menyerahkan kerajaan kepada Putri Purbasari.

Berita itu diterima dengan gembira oleh kebanyakan isi istana, kecuali oeh Purbararang dan Indrajaya. Mereka pura-pura setuju, walaupun didalam hati mereka marah dan mulai mencari akal bagaimana merebut tahta dari Purbasari.

Akal itu segera mereka dapatkan. Sehari setelah ayah bunda mereka tidak berada di istana, Purbararang dengan bantuan Indrajaya menyemburkan boreh, yaitu zat berwara hitam yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan, ke wajah dan badan Purbasari.

Akibatnya Purbasari menjadi hitam kelam dan orang Pasir Batang tidak mengenalinya lagi. Itulah sebabnya putri bungsu itu tidak ada yang menolong ketika diusir dari istana.

Tak ada yang percaya ketika dia mengatakan bahwa ia Purbasari, Ratu Pasir Batang yang baru. Di samping itu, mereka yang tahu dan menduga bahwa gadis hitam kelam itu adalah Purbasari, tidak berani pula menolong.

Mereka takut akan Purbararang yang terkenal kejam. Bahkan Uwak Batara Lengser tidak berdaya mencegah tindakan Purbararang itu.

Ketika ia disuruh membawa Purbasari ke hutan, ia menurut. Akan tetapi setiba di hutan, Uwak Batara Lengser membuatkan gubuk yang kuat bagi putri bungsu itu. Ia pun menasehatinya dengan kata-kata lembut, “Tuan Putri bersabarlah. Jadikanlah pembuangan ini sebagai kesempatan bertapa untuk memohon perlindungan dan kasih sayang para penghuni kahyangan. “Nasehat Uwak Batara Lengser itu mengurangi kesedihan Putri Purbasari. Ia setuju bahwa ia akan melakukan tapa. “Bagus, Tuan Putri. Janganlah khawatir, Uwak akan sering datang kesini menengok dan mengirim persediaan.”

Selagi didunia atau Buana Panca Ttengah terjadi peristiwa pengusiran dan pembuangan Purbasari kedalam hutan, di Kahyangan atau Buana Pada terjadi peristiwa lain.

Berhari-hari Sunan Ambu gelisah karena putranya Guruminda tidak muncul. Maka Sunan Ambu pun meminta para penghuni kahyangan baik pria maupun wanita untuk mencarinya.

Tidak lama kemudian seorang pujangga datang dan memberitakan bahwa Guruminda berada ditaman Kahyangan. Ditambahkan bahwa Guruminda tampak bermuram durja. Sunan Ambu meminta kepada pelayan kahyangan agar Guruminda dipanggil, diminta menghadap.

Agak lama Guruminda tidak memenuhi panggilan itu sehingga ia dipanggil kembali. Akhirnya dia muncul dihadapan ibundanya, Sunan Ambu.

Akan tetapi, ia bertingkah laku lain dari pada biasanya. Ia terus menunduk seakan-akan malu memandang wajah ibunya sendiri. Namun, kalau Sunan Ambu sedang tidak melihat, ia mencuri-curi pandang.

“Guruminda, anakku, apakah yang kau sedihkan?Ceritalah kepada Ibu,” ujar Sunan Ambu dengan lembut dan penuh kasih sayang. Guruminda tidak menjawab. Demikian pula ketika Sunan Ambu mengulang pertanyaan beliau. Karena Sunan Ambu seorang wanita yang arif, beliau segera menyadari apa yang terjadi dengan putranya.

Beliau berkata, “Ibu sadar, sekarang kau sudah remaja. Usiamu tujuh belas tahun. Adakah bidadari yang menarik hatimu. Katakanlah pada Ibu siapa dia. Nanti Ibu akan memperkenalkanmu kepadanya.” Untuk beberapa lama Guruminda diam saja. “Guruminda, berkatalah, “ujar Sunan Ambu.

Guruminda pun berkata, walaupun perlahan-lahan sekali, “Saya tidak ingin diperkenalkan dengan bidadari manapun, kecuali yang secantik Ibunda,” katanya.

Mendengar perkataan putranya itu Sunan Ambu terkejut. Akan tetapi, sebagai wanita yang arif beliau tidak kehilangan akal apalagi marah. Beliau arif bahwa putranya sedang menghadapi persoalan. Beliau pun berkata, “Guruminda, gadis yang serupa dengan Ibunda tidak ada di Buana Pada ini. Ia berada di Buana Panca Tengah. Pergilah kamu ke sana. Akan tetapi tidak sebagai Guruminda. Kamu harus menyamar sebagai seekor kera atau lutung."

Setelah Sunan Ambu berkata begitu, berubahlah Guruminda menjadi seekor kera atau lutung. “Pergilah anakku, ke Buana Panca Tengah, kasih sayangku akan selalu bersamamu. Kini namamu Lutung Kasarung.”

Guruminda sangat terkejut dan sedih ketika menyadari bahwa dia sudah menjadi lutung. Ia beranggapan bahwa ia telah dihukum oleh Ibunda Sunan Ambu karena kelancangannya. Ia cuma menunduk. “Pergilah, Anakku. Gadis, itu menunggu disana dan memerlukan bantuanmu.“ ujar Sunan Ambu pula.

Guruminda sadar bahwa menjadi lutung adalah sudah nasibnya dan ia pun mengundurkan diri dari hadapan ibundanya. Dengan harapan akan bertemu gadis yang serupa dengan ibundanya, ia meninggalkan Buana Pada. Ia melompat dari awan ke awan hingga akhirnya tiba di bumi. Guruminda mencari tempat yang cocok untuk turun. Ketika melihat sebuah hutan, ia pun melompat ke bumi. Ia melompat dari pohon ke pohon. Lutung-lutung dan monyet-monyet mengelilinginya. Karena mereka menyadari bahwa Guruminda, yang berganti nama menjadi Lutung Kasarung, lebih besar dan cerdas, mereka menerimanya sebagai pemimpin. Demikianlah Lutung Kasarung mengembara di dalam hutan belantara, mencari gadis yang sama cantiknya dengan ibunda Sunan Ambu.

Tersebutlah di kerajaan Pasir Batang, Ratu Purbararang hendak melaksanakan upacara. Dalam upacara itu diperlukan kurban binatang. Ratu Purbararang memanggil Aki Panyumpit. “Aki!“ katanya, “Tangkaplah seekor hewan untuk dijadikan kurban dalam upacara. Kalau kamu tidak mendapatkannya nanti siang, kamu sendiri jadi gantinya.”

Dengan ketakutan yang luar biasa Aki Panyumpit tergesa-gesa masuk hutan belantara. Akan tetapi, tidak seekor bajingpun ia temukan. Binatang-binatang sudah diberi tahu oleh Lutung Kasarung agar bersembunyi. Lalu, berjalanlah Aki Panyumpit kian kemari di dalam hutan itu hingga kelelahan.

Ia pun duduk dibawah pohon dan menangis karena putus asa. Pada saat itulah Lutung Kasarung turun dari pohon dan duduk dihadapan Aki Panyumpit. Aki Panyumpit segera mengambil sumpitnya dan membidik kearah Lutung Kasarung.

Namun Lutung Kasarung berkata, “Janganlah menyumpit saya karena saya tidak akan mengganggumu. Saya datang kesini karena melihat kakek bersedih.”

Aki Panyumpit terkejut mendengar lutung dapat berbicara. “Mengapa kakek bersedih?” tanya Lutung Kasarung.

Ditanya demikian, Aki Panyumpit menceritakan apa yang dialaminya. “Kalau begitu bawalah saya ke istana,kakek,“ ujar Lutung Kasarung.

“Tetapi kamu akan dijadikan kurban!” kata Aki Panyumpit yang menyukai Lutung Kasarung.

“Saya tidak rela kamu dijadikan kurban,” lanjut Aki Pannyumpit.

“Tetapi kalau kakek tidak berhasil membawa hewan, kakek sendiri yang akan disembelih sebagai kurban,” jawab Lutung Kasarung.

Aki Panyumpit tidak dapat berkata-kata lagi karena bingung.

“Oleh karena itu, bawalah saya ke istana. Janganlah khawatir,” Kata Lutung Kasarung.

“Baiklah, kalau begitu”, kata Aki Panyumpit. Mereka pun keluar dari hutan menuju kerajaan Pasir Batang.

Setiba di alun-alun kerajaan, beberapa prajurit memegang dan mengikat Lutung Kasarung. Prajurit lain mengasah pisau untuk menyembelihnya.

Lutung Kasarung yang sudah di ikat dibawa ketengah alun-alun. Di sana Purbararang dan Indrajaya serta para pembesar kerajaan sudah hadir. Demikian pula lima putri adik-adik Purbararang.

Saat itu segala perlengkapaan upacara sudah disiapkan. Seorang pendeta sudah mulai menyalakan kemenyan dan berdoa. Seorang prajurit dengan pisau yang sangat tajam berjalan akan melaksanakan tugasnya. Ia memegang kepala Lutung Kasarung. Akan tetapi, tiba-tiba Lutung Kasarung menggeliat.

Tambang-tambang ijuk yang mengikat tubuhnya satu persatu mulai putus dan kemudian Ia pun bebas. Ia lalu memporak-porandakan perlengkapan upacara. Para putri dan wanita-wanita bangsawan menjerit ketakutan. Para prajurit mencabut senjata dan berusaha membunuh Lutung Kasarung. Namun, tidak seorang pun sanggup mendekatinya.

Lutung Kasarung sangat lincah dan tangkas. Ia melompat- lompat kesana kemari, di tengah-tengah hadirin yang berlari menyelamatkan diri.

Lutung Kasarung sengaja merusak barang-barang dan perlengkapan. Di melompat ke panggung tempat para putri menenun dan merusak perlengkapan tenun.

Setelah hadirin melarikan diri dan prajurit-prajurit kelelahan, Lutung Kasarung duduk di atas benteng yang mengelilingi halaman dalam istana .

Dari dalam istana, Purbararang dan adik-adiknya memandanginya dengan keheranan dan ketakutan. Indrajaya ada pula disana, ikut sembunyi dengan putri-putri dan para wanita.

Purbararang kemudian menjadi marah, “Bunuh! Ayo bunuh lutung itu!” teriaknya. Beberapa orang prajurit maju akan mengepung Lutung Kasarung lagi. Akan tetapi, Lutung Kasarung segera menyerang mereka dan membuat mereka lari ketakutan ke berbagai arah.

Uwak Batara Lengser adalah orang tua yang bijaksana, walaupun sudah tua tetap gagah berani. Ia berjalan menuju Lutung Kasarung dan berdiri di dekatnya. Ternyata, Lutung Kasarung tidak memperlihatkan sikap permusuhan kepadanya. “Kemarilah Lutung, janganlah kamu nakal dan menakut-nakuti orang, kamu anak yang baik.”

Pada saat itu beberapa orang prajurit mencoba menyergap Lutung Kasarung. Namun, Lutung Kasarung selalu waspada. Ia menyerang balik, mencakar, dan menggigit mereka. Mereka tunggang langgang melarikan diri dan tidak berani muncul kembali. Setelah itu Lutung Kasarung kembali kepada Uwak Batara Lengser dan seperti seorang anak yang baik, duduk didekat kaki orang tua itu.

Purbararang yang melihat pemandangan itu dari jauh, timbul niat jahatnya. Lutung yang besar dan jahat itu sebaiknya dikirim kehutan tempat Purbasari berada, pikirnya. Kalau Purbasari tewas diterkam lutung itu, maka ia akan tenang menduduki tahta Kerajaan Pasir Batang. Cara mengirim lutung itu tampaknya dapat dilaksanakan melalui Uwak Batara Lengser karena lutung itu tidak memperlihatkan sikap permusuhan terhadap Uwak Batara Lengser.

Berkatalah Purbararang kepada Uwak Batara Lengser, meminta orang tua itu mendekat. Orang tua itu menurut, “Uwak Batara Lengser, singkirkan lutung galak itu kehutan. Tempatkan bersama Purbasari. Kalau sudah jinak, kita kurbankan nanti.” Uwak Batara Lengser tahu maksud Purbararang, tetapi ia menurut saja. Ia pun tidak yakin apakah lutung itu akan mencederai Purbasaari. Ia melihat sesuatu yang aneh pada lutung itu. Itulah sebabnya ia mengulurkan tangan pada lutung itu sambil berkata, ”Marilah kita pergi, lutung. Kamu saya bawa ketempat yang lebih cocok bagimu.” Lutung itu menurut. Uwak Batara Lengser pun menuntunnya meninggalkan tempat itu dan menuju ke hutan.

Sampai di hutan, Uwak Batara Lengser berseru kepada Purbasari memberitahukan kedatangannya. Purbasari keluar dari gubuk dengan gembira. Lutung Kasarung melihat seorang gadis yang kulitnya hitam kelam di celup boreh. Ia tertegun sejenak sehingga Uwak Batara Lengser berkata kepadanya, “Itu Putri Purbasari. Ia gadis yang manis dan baik hati. Kamu harus menjaganya.”

“Ya,” kata Lutung Kasarung.

Uwak Batara Lengser dan Purbasari keheranan. Akan tetapi, Uwak Batara Lengser berkata, “Semoga kedatanganmu ke Pasir Batang dikirim Kahyangan untuk kebaikan semua.”

Setelah Uwak Batara Lengser pergi, Lutung Kasarung meminta bantuan kawan-kawannya untuk mengumpulkan buah-buahan dan bunga-bungaan untuk Purbasari. Putri itu benar-benar terhibur dalam kesedihannya. Ia pun tidak kesunyian lagi. Bukan saja Lutung Kasarung selalu ada didekatnya, tetapi binatang-binatang lain seperti rusa, bajing, dan burung-burung berbagai jenis, berkumpul dekat gubuknya.

Ketika malam tiba, Lutung Kasarung berdoa, memohon kepada Ibunda Sunan Ambu agar membantunya. Sunan Ambu mendengar doanya dan memerintahkan kepada beberapa orang pujangga dan pohaci agar turun ke bumi untuk membantu Lutung Kasarung.

Ketika para pujangga tiba dihutan itu, Lutung Kasarung meminta kepada mereka agar dibuatkan tempat mandi bagi Purbasari. Para pujangga yang sakti itu membantu Lutung Kasarung membuat jamban salaka, tempat mandi dengan pancuran emas dan lantai serta dinding pualam. Airnya dialirkan dari mata air yang jernih yang ditampung dulu dalam telaga kecil. Ke dalam telaga kecil itu ditaburkan berbagai bunga-bungaan yang wangi. Sementara itu para pohaci menyiapkan pakaian bagi Purbasari. Pakaian itu bahannya dari awan dan warnanya dari pelangi. Tak ada pakaian seindah itu di bumi.

Keesokan harinya Purbasari sangat terkejut melihat Jamban Salaka itu. Akan tetapi, Lutung Kasarung mengatakan kapadanya bahwa ia tidak perlu heran. Kabaikan hati Purbasari telah menimbulkan kasih sayang Kahyangan kepadanya.

“Jamban Salaka dan pakaian yang tersedia di dalamnya adalah hadiah dari Buana Pada bagi Tuan Putri,” kata Lutung Kasarung

“Kau sendiri adalah hadiah dari Buana Pada bagiku, Lutung,” kata Purbasari, lalu memasuki Jamban Salaka. Ternyata, air di Jamban Salaka memiliki khasiat yang tidak ada pada air biasa dipergunakan Purbasari.

Ketika air itu dibilaskan, hanyutlah boreh dari kulit Purbasari. Kulitnya yang kuning langsat muncul kembali bahkan lebih cemerlang. Dalam kegembiraannya, Purbasari tidak putus-putusnya mengucapkan syukur kepada Kahyangan yang telah mengasihinya.

Selesai mandi, ia mengambil pakaian buatan para pohaci. Ia terpesona oleh keindahan pakaian yang dilengkapi perhiasan-perhiasan yang indah. Ia pun segera mengenakannya, lalu keluar dari Jamban Salaka. 'Lutung lihatlah!. Apakah pakaian ini cocok bagiku?”

Lutung Kasarung sendiri terpesona. Dalam hatinya ia berkata, “Putri Purbasari, engkau seperti kembaran Ibunda Sunan Ambu, hanya jauh lebih muda.”

“Lutung, pantaskah pakaian ini bagiku?” tanya Purbasari pula.

“Para pohaci mencocokkannya bagi tuan putri,“ jawab Lutung Kasarung seraya bersyukur dalam hatinya dan memuji kebijaksanaan Ibunda Sunan Ambu.

Peristiwa didalam hutan itu akhirnya terdengar oleh Purbararang. Rakyat Kerajaan Pasir Batang yang biasa mencari buah-buahan atau berburu kehutan membawa kabar aneh. Mereka bercerita tentang hutan yang berubah menjadi taman, tentang gubuk gadis hitam yang berubah menjadi istana kecil, tentang tempat mandi yang sangat indah, dan pimpinan seekor lutung yang sangat besar. Seekor lutung besar menyebabkan mereka tidak berani memasuki taman itu.

Kabar aneh itu sampai juga ke telinga Purbararang. Ia menduga ada bangsawan-bangsawan Pasir Batang yang diam-diam membantu Purbasari. Ia pun menjadi marah dan berpikir mencari jalan untuk mencelakakan Purbasari. Ia segera menemukan jalan untuk mecelakakan adik bungsunya itu.

Purbararang berpendapat bahwa para bangsawan Pasir Batang yang berpihak pada Purbasari tidak akan berani membantu adiknya itu secara terang-terangan. Oleh karena itu, Purbasari harus ditantang dalam pertandingan terbuka.

Para bangsawan dapat membuatkan Purbasari taman, istana kecil, dan Jamban Salaka. Itu mereka lakukan sembunyi-sembunyi dalam waktu yang lama, pikir Purbararang. Kalau Purbasari diharuskan membuat huma dalam satu hari seluas lima ratus depa, tak ada yang berani atau dapat membantunya. Ia sendiri dengan mudah akan dapat membuka huma ribuan depa dengan bantuan para prajurit.

Maka ia pun memanggil Uwak Batara Lengser dan berkata, “Uwak, berangkatlah ke hutan. Sampaikan pada Purbasari bahwa saya menantangnya berlomba membuat huma. Purbasari harus membuat huma seluas lima ratus depa dan harus selesai sebelum fajar besok. Kalau tidak dapat menyelesaikannya, atau tidak dapat mendahului saya maka ia akan dihukum pancung.”

Uwak Batara Lengser segera pergi kehutan. Ia disambut oleh Purbasari dan Lutung Kasarung. Ketika mendengar berita yang menakutkan itu, Purbasari pun menangis. 'Kalau nasib saya harus mati muda, saya rela. Yang menyebabkan saya menangis adalah tindakan kakanda Purbararang. Begitu besarkah kebenciannya kepada saya?”

Lutung Kasarung berkata, ”Jangan khawatir Tuan Putri, Kahiangan tidak akan melupakan orang yang tidak bersalah.”

Sementara ketiga sahabat itu sedang berbicara didalam hutan, Purbararang tidak menyia-nyiakan waktu. Ia memanggil seratus orang prajurit dan memerintahkan agar mereka membuka hutan untuk huma didekat tempat tinggal Purbasari. Huma harus selesai keesokan harinya. Kalau tidak selesai, para prajurit itu akan dihukum pancung. Para prajurit yang ketakutan segera berangkat ke hutan dan langsung bekerja keras membuka hutan. Mereka terus bekerja walaupun malam turun dan mulai gelap. Mereka terpaksa menggunakan obor yang banyak jumlahnya.

Sementara itu Lutung Kasarung mempersilahkan Purbasari masuk kedalam istana kcilnya untuk beristirahat. “Serahkanlah pekerjaan membuat huma itu kepada saya, Tuan Putri,' katanya.

Ketika Purbasari sudah masuk kedalam istana kecilnya, Lutung Kasarung segera berdoa, memohon bantuan Ibunda Sunan Ambu dari Buana Pada. Doanya didengar dan Sunan Ambu mengutus empat puluh orang pujangga untuk membuat huma. Lahan yang dipilih adalah sebidang huma yag sudah terbuka dan cocok untuk ditanami padi. Huma itu letaknya tidak jauh dari hutan yang sedang dibuka oleh prajurit-prajurit Pasir Batang.

Keesokan harinya ketika matahari terbit, berangkatlah rombongan dari istana Pasir Batang menuju hutan. Purbararang duduk diatas tandu yang dihiasi sutra dan permata yang gemerlapan. Sementara itu tunangannya, Indrajaya, menunggang kuda di sampingnya. Lima orang putri bersaudara ada pula dalam rombongan bersama sejumlah bangsawan. Ratusan prajurit mengawal. Tak ketinggalan seorang algojo dengan kapak besarnya. Purbararang yakin bahwa hari itu ia akan dapat menghukum pancung adiknya, Purbasari. Akan tetapi, ia dan rombongan terkejut sebab disamping huma yang dibuka para prajurit telah ada pula huma lain yang lebih bagus.

Di tengah huma itu berdiri Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Gusti Ratu,” kata Uwak Batara Lengser, “Inilah huma Putri Purbasari.”

Purbararang benar-benar kecewa, malu,dan marah. Ia berteriak, “Baik, tetapi sekarang saya menantang Purbasari bertanding kecantikan denganku. Kalian yang menilai,“ katanya seraya berpaling pada khalayak.

Purbararang menyangka Purbasari masih hitam kelam karena boreh. “Uwak, suruh dia keluar dari rumahnya!”

Uwak Batara Lengser mempersilahkan Purbasari keluar dari istana kecilnya. Purbasari muncul dan orang-orang memadangnya dengan takjub. Banyak yang lupa bernapas dan berkedip. Banyak pula yang lupa menutup mulutnya.

Begitu cantiknya Purbasari sehingga seorang bangsawan berkata, “Saya seakan-akan melihat Sunan Ambu turun ke Bumi.”

Melihat hal itu mula-mula Purbararang kecut. Akan tetapi dia ingat, bahwa dia masih punya harapan untuk menang. Ia berteriak, “Purbasari, marilah kita bertanding rambut. Siapa yang lebih panjang, dia menang. Lepas sanggulmu!” Sambil berkata begitu Purbararang berdiri dan melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam dan lebat terurai hingga kepertengahan betisnya.

Purbasari terpaksa menurut. Ia pun melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam berkilat dan halus bagai sutra bergelombang bagaikan air terjun hingga ketumitnya. Purbararang terpukul kembali. Akan tetapi, dia tidak kehabisan akal. Ia ingat bahwa ia mempunyai pinggang yang sangat ramping.. Ia berkata, “Lihat semua. Ikat pinggang yang kupakai ini bersisa lima lubang. Kalau Purbasari menyisakan kurang dari lima lubang, ia dihukum pancung." Seraya berkata begitu ia melepas ikat pinggang emas bertahta permata dan melemparkannya kepada Purbasari. Purbasari memakainya dan ternyata tersisa tujuh lubang
.
Sekarang Purbararang menjadi kalap. Ia berteriak, “Hai orang-orang Pasir Batang, masih ada satu pertandingan yang tidak mungkin dimenangkan oleh Purbasari. Pertandingan apa itu? Coba tebak!“ katanya seraya melihat wajah-wajah bangsawan Pasir Batang yang berdiri didekatnya. Ia tertawa karena yakin ia akan menang dalam pertandingan terakhir ini.

“Pertandingan apa, Kakanda?” kata salah seorang di antara adiknya.

Purbararang tersenyum. "Dengarkan!“ katanya pula, “Dalam pertandingan ini kalian harus membandingkan siapa di antara calon suami kami yang lebih tampan. Lihat kepada tunangan saya, Indrajaya. Bagaimana pendapat kalian? Tampankah ia?”

Untuk beberapa lama tidak ada yang menjawab. Mereka bingung dan terkejut. Purbararang membentak, “Jawab! Tampankah dia?” Orang-orang menjawab, “Tampan, Gusti Ratu!” Purbararang tidak puas, “Lebih nyaring!”

“Tampan Gusti Ratu!”

Sambil tersenyum Purbararang melihat kearah Purbasari yang berdiri dekat Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Dengarkanlah, Purbasari. Sekarang kamu tidak bisa lolos. Kita akan bertanding membandingkan ketampanan calon suami. Calon suamiku adalah Indrajaya yang tampan dan gagah itu. Siapakah calon suamimu itu?” Purbasari kebingungan. “Siapa lagi calon suamimu kecuali lutung besar itu?“ teriak Purbararang seraya menunjuk ke arah Lutung Kasarung. Lalu ia tertawa.

Purbasari terdiam. Ia memandang ke arah Lutung Kasarung. Semuanya terdiam. Algojo melangkah ke arah Purbasari seraya memutar-mutar kapaknya yang lebar dan tebal. Seraya memandang ke arah Lutung Kasarung dan sambil tersenyum sayu Purbasari berkata, “Memang seharusnya kamu menjadi calon suamiku, Lutung.”

Mendengar apa yang diucapkan Purbasari itu gembiralah Purbararang. Sekarang ia dapat membinasakan Purbasari. Akan tetapi, sesuatu terjadi. Mendengar perkataan Purbasari itu, Lutung Kasarung berubah, kembali ke asalnya sebagai Guruminda yang gagah dan tampan. Semua terheran-heran dan terpesona oleh ketampanan Guruminda. Guruminda sendiri memegang tangan Purbasari dan berkata, “Ratu kalian yang sebenarnya, Purbasari, telah mengatakan bahwa saya sudah seharusnya menjadi calon suaminya. Sebagai calon suaminya, saya harus melindungi dan membantunya. Tahtanya telah direbut oleh Purbararang. Sebagai tunangan Purbararang, Anda harus berada di pihaknya, Indrajaya. Oleh karena itu, marilah kita berperang tanding.”

Indrajaya bukannya siap berperang tanding, tetapi malah berlutut dan menyembah kepada Guruminda, mohon ampun dan dikasihani. Purbararang menangis dan minta maaf kepada Purbasari. Sementara itu para bangsawan dan prajurit serta rakyat justru bergembira. Mereka akan bebas dari ketakutan dan tekanan para pendukung Purbararang.

Pada hari itu juga Ratu purbasari kembali ke Kerajaan didampingi oleh suaminya, Guruminda. Purbararang dan Indrajaya dihukum dan dipekerjakan sebagai tukang sapu di taman istana. Rakyat merasa lega. Mereka kembali bekerja dengan rajin seperti di jaman pemerintahan Prabu Tapa Agung. Berkat bantuan Guruminda, Purbasari memerintah dengan cakap dan sangat bijaksana. Rakyat Kerajaan Pasir Batang merasa terlindungi, suasana aman dan tentram sehingga mereka bisa bekerja dengan tenang pada akhirnya kemakmuran dapat mereka peroleh secara nyata dan merata.

anda sedang memca di URL http://ceritaajib.blogspot.com/2013/05/cerita-rakyat-nusantara-lutung-kasarung.html
ini dia ceritanya dalam bahasa ingris , silahkan anda lihat pengertian terejemahanya di bawah :
The Legend of Malin Kundang
A long time ago, in a small village near the beach in West Sumatra, a woman and her son lived. They were Malin Kundang and her mother. Her mother was a single parent because Malin Kundang's father had passed away when he was a baby. Malin Kundang had to live hard with his mother
.
Malin Kundang was a healthy, dilligent, and strong boy. He usually went to sea to catch fish. After getting fish he would bring it to his mother, or sold the caught fish in the town. One day, when Malin Kundang was sailing, he saw a merchant's ship which was being raided by a small band of pirates. He helped the merchant. With his brave and power, Malin Kundang defeated the pirates. 

The merchant was so happy and thanked to him. In return the merchant asked Malin Kundang to sail with him. To get a better life, Malin Kundang agreed. He left his mother alone. Many years later, Malin Kundang became wealthy. He had a huge ship and was helped by many ship crews loading trading goods. Perfectly he had a beautiful wife too. When he was sailing his trading journey, his ship landed on a beach near a small village. The villagers recognized him. The news ran fast in the town; “Malin Kundang has become rich and now he is here”. An old woman ran to the beach to meet the new rich merchant. She was Malin Kundang’s mother. 

She wanted to hug him, released her sadness of being lonely after so long time. Unfortunately, when the mother came, Malin Kundang who was in front of his well dressed wife and his ship crews denied meeting that old lonely woman. For three times her mother begged Malin Kundang and for three times he yelled at her. At last Malin Kundang said to her "Enough, old woman! I have never had a mother like you, a dirty and ugly woman!" After that he ordered his crews to set sail. He would leave the old mother again but in that time she was full of both sadness and angriness. Finally, enraged, she cursed Malin Kundang that he would turn into a stone if he didn't apologize. Malin Kundang just laughed and really set sail
.
 In the quiet sea, suddenly a thunderstorm came. His huge ship was wrecked and it was too late for Malin Kundang to apologize. He was thrown by the wave out of his ship. He fell on a small island. It was really too late for him to avoid his curse. Suddenly,
he turned into a stone.

artinya :

The Legend of Malin Kundang
Dahulu kala, di sebuah desa kecil dekat pantai di Sumatera Barat, seorang wanita dan anaknya tinggal. Mereka adalah Malin Kundang dan ibunya. Ibunya adalah seorang single parent karena ayah Malin Kundang telah meninggal ketika ia masih bayi. Malin Kundang harus hidup keras dengan ibunya
.
Malin Kundang adalah, rajin, dan kuat laki-laki yang sehat. Dia biasanya pergi ke laut untuk menangkap ikan. Setelah mendapatkan ikan dia akan membawanya kepada ibunya, atau menjual ikan yang ditangkap di kota. Suatu hari, ketika sedang berlayar Malin Kundang, ia melihat sebuah kapal pedagang yang sedang diserbu oleh sekelompok kecil pembajak. 

Dia membantu pedagang. Dengan berani dan kekuasaannya, Malin Kundang mengalahkan bajak laut. Pedagang itu sangat senang dan berterima kasih kepadanya. Sebagai imbalannya pedagang meminta Malin Kundang untuk berlayar bersamanya. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, Malin Kundang setuju. Dia meninggalkan ibunya sendirian. Bertahun-tahun kemudian, Malin Kundang menjadi kaya. Dia memiliki kapal besar dan dibantu oleh banyak awak kapal memuat barang dagangan. Sempurna dia punya istri yang cantik juga. 

Ketika ia sedang berlayar perjalanan trading, kapal mendarat di pantai dekat sebuah desa kecil. Penduduk desa mengenalinya. Berita itu berlari cepat di kota, "Malin Kundang telah menjadi kaya dan sekarang dia ada di sini". Seorang wanita tua berlari ke pantai untuk memenuhi saudagar kaya baru. Dia adalah ibu Malin Kundang ini. Dia ingin memeluknya, dirilis kesedihannya menjadi kesepian setelah sekian lama. Sayangnya, ketika ibu datang, Malin Kundang yang berada di depan berpakaian istri dan awak kapalnya membantah pertemuan yang tua wanita kesepian. Selama tiga kali ibunya meminta Malin Kundang dan tiga kali ia berteriak padanya. 

Akhirnya Malin Kundang berkata kepadanya "Cukup, wanita tua! Saya tidak pernah memiliki ibu seperti Anda, wanita kotor dan jelek!" Setelah itu ia memerintahkan kru untuk berlayar. Dia akan meninggalkan ibu tua lagi tapi pada saat itu dia penuh baik kesedihan dan angriness. Akhirnya, marah, dia mengutuk Malin Kundang bahwa ia akan berubah menjadi batu jika dia tidak meminta maaf. Malin Kundang hanya tertawa dan benar-benar berlayar
.
 Di laut yang tenang, tiba-tiba badai datang. Kapal yang besar rusak dan itu terlalu terlambat bagi Malin Kundang untuk meminta maaf. Ia dilemparkan oleh gelombang dari kapalnya. Dia jatuh di sebuah pulau kecil. Itu benar-benar terlambat baginya untuk menghindari kutukan. Tiba-tiba,
ia berubah menjadi batu.

semoga membantu saudara

Wednesday, May 15, 2013

jupe memang seksi dan menggoda semua kaum hawa , oleh karena itu banyak orang yang gak tanggung-tanggung mencari dan menemuai foto foto seksinya
yang ini saya akan memberikan kepada anda yang anda cari
memang sib brooo montok dan keren , senang bangat lah gaston itu dibuat si jupe in i ..dasar bule gila .maunya sama bola yang besar aja pintar juga lu milih ya
 wow dia pake kaos mantap juga yaam ..
 matanya it kejam kali
takut awak dibuat
 enak bangat tu lelaki nya ..nafsu pasti tuu kan teman!!!!
 kok dipegang jupe suruh aja orang ang megangnya pasti banyak yang mau
bisa rapi juga yahhhh
 aduhhhhhhsedap deh pokoknya
 besar bangat sexy plus tenggelam lu pasti dibuat nya

aduh bibitnya itu bikin gak tahan yahhhh

Sunday, May 12, 2013

Cerita humor singkat 2013 Paling Gokil dan Lucu Abis
# Di KFC #

**Siang mas, mau pesen apa?
Nasgor 1
Ga ada mas
Hmmmm,, ketoprak deh
Ga adaa!
Rujak cingur ada?
Щ(ºДºщ) Berantem yuk mas!!!

    **Mbak pesen ayam dongMau yg masih perawan atau yg udah janda, mas?Ayam goreng woy! Bukan ayam kampus! (۳˚Д˚)۳ #KasirGermo

*Di Warteg*
Mau minum apa dek?
Es teh aja
Manis ga?
Maap mas, saya bukan maho.. Masa saya bilang situ manis
Щ(ºДºщ) ES TEH NYA JING!

    *Nyamuk & Anaknya*Gimana nak rasanya belajar terbang?Keren makKok bisa gitu?Abisnya tiap terbang, orang2 pada tepuk tangano_O

*Ditempat Tongkrongan*
Bro gw ada barang baru nih.. Dijamin teler nya full
Ada apa aja bro?
Ada baygon, air raksa, karbol, dll
"...."
Lu gak cape, mblo? | gak cape gimana din? | gak cape di PHP-in trus? *ngacir* | (۳º̩̩́Дº̩̩̀)۳ *Lalu Silet Nadi* #Tragis

Udin kesibukannya apa? | lagi sibuk syuting Twilight | wih keren banget.. Jadi apa? | jadi pohon (˘̶̀• ̯•˘̶́'') | o_O #Miris

*Rampok*
Hehh!! serahin barang lo yg paling berharga!! | jomblo: ini bang *kasih SABUN* | "...."

Dek, warung dimana ya? | oh bapak lurus aja, trus belok kiri | warungnya disitu? | bukan, bapak tanya aja ma tukang ojek disitu | Щ(ºДºщ) #SalahTanya

Bro, berenang yuk | hayuk | yaudah lepas bajunya | kok lepas baju disini? Emang kita berenang dmn? | tuh di sumur | "..." *MATI*

Bro, benerin antena TV nya dong.. Gambar TV nya jelek nih | dimana antena nya? | tuhh diatas *nunjuk Tower Sutet* | o_O WUANJRIT!

Ternyata air ludah bisa nyembuhin darah rendah.. coba ludahin muka temen lu yg darah rendah, 2 detik langsung naik darahnya #TipsUdin

Kkamu tau gak perbedaan benci sama cinta itu tipis?| tipis? lu pikir lingerie, hih pikiran lu jorok bgt -_- | "..." #gagalmodus

Pak, saya mau beli tanah bapak | Boleh aja.. Emang mau beli berapa karung? Tar saya cangkulin | -_____-" *KOPLOK

kita lahir bersama, senang susah bersama, tapi kenapa kamu mati duluan? kata kakek sambil melihat ke dalem sarung

Aku BT ma kamu! Tiap jalan ma aku, kamu lompat² mulu! | kamu juga! Suka ketawa kayak orang gila! | Kita putus! | *Pocong+Kunti Lg Berantem*

Beb, kamu bisa jadi saksi kan? | saksi apa? | saksi pernikahan aku ma calon suami aku besok | Щ(ºДºщ) ANYING!

Din, motor gw kenceng dong.. Bisa sampe 200 km/jam | ah motor gw lebih cepet | masa? | iya, cepet nyampe ke akhirat | o_O *KOPLOK*

Din, tadi gw makan permen karet lu yg ada dimeja.. Tapi kok rasanya gak enak ya? | itu bukan permen jon, itu kondom | (۳º̩̩́Дº̩̩̀)۳ *Muntah*

Bro lu suka lagu apa? | lagu dangdut bro | Najis ndeso! | Biarin.. Nah lu sendiri sukanya lagu apa? | Lagu Rhoma irama dong | -___-" COT!

Jon, kasur gw namanya aura kasih dong | Lah buat apaan dikasih nama segala, din? | biar gw bisa tidurin Aura Kasih tiap malem | -___-" COT!

Neng, kamu bs terima segala kekurangan A'a? | gak! | Lho kenapa? | Masalahnya kekurangan A'a itu A'a gak punya kelebihan! | (۳º̩̩́Дº̩̩̀)۳

Hai cantik, namanya sapa? | Monica Keysha bang | wih bagus.. Nama panggilannya? | MONKEY | "...."


pasangan suami istri 
tengah berkomunikasi :
istri    : papah simak itu tetangga kita, tadi beli kulkas yang 4 pintu ! ! !
suami : iya terus mengapa istriku ?
istri    : jangan kalah dong papah, kelak kita mesti beli yg 6 pintu.
suami : iya kelak beli mah kelak.
istri    : terus tempo hari bu diah beli mobil 2 pah.
suami : mengapa lagi mamah ? ingin lagi mobil ?
istri    : iya dong pah pokoknya jangan kalah. tetangga beli kulkas 4 pintu, kita beli yg 6 pintu. tetangga beli mobil 2, kita beli mobil 3.
suami : memang akan gitu mah ? tetangga beli 2 mobil, kita mesti 3. tetangga beli kulkas 4 pintu, kita mesti 6 pintu. bermakna jika tetangga punya istri 2, papah harus punya 3 istri ?
istri    : langkahin dulu mayat gua ! ! ! ! ! :d

ibro

ibro :pak, bensin ya
petugas :berapa liter
ibro :3liter
petugas :di minum disini atau dibawa pulang
ibro :(bakar diri)

di kelas
ibro :bu, maaf saya terlambat lagi
bu guru :pergilah kau, pergi dari hidup ku, bawalah smua rasa bersalah mu*nyanyi lagu sherina*bu guru lagi galau
ibro :(telan pensil)

di jalana
ibro :mbak, bisa nanya, kantor polisi dimana
mbak :oh kantur polisi, lewet sini terus saja nah belok kiri ada toko emas, rampok saja dulu emas nya, tentu polisi yang ngedatengin kamu
ibro :(strok)

di rumah
nenek :bal, ambilkan payung bikin nenek di dapur.
ibro :mau kemana nenek pakai payung
nenek :mau latihan lantas umbrela gril layaknya motogp
ibro :(nelan payung)

source : cerita lucu buat ketawa
cerita lucu pendek ,cerita lucu pendek 5
JELASKAN PADAKU !!!
Ada sepasang suami istri yang sudah menikah 20 tahun. Uniknya, setiap kali melakukan hubungan suami istri, si suami selalu minta lampu dimatikan. "Udah, deh, ini bener-bener stupid!" kata si istri dalam hati. "Pokoknya malam ini lampu akan gua nyalain!" tekadnya. Begitulah, ketika malam itu mereka tengah bercinta, si istri segera menghidupkan lampu kamar.

Betapa kagetnya ia ketika melihat suaminya tengah memegang alat bantu seks. Si istri benar-benar kecewa dan marah. "Jadi selama 20 tahun ini kamu menipu aku??? Kamu ternyata impoten!!! Jelaskan padaku semua ini!!!!" Si suami menatap istrinya lekat lekat dan dengan tenang berkata, "Aku akan jelaskan semua ini, jika kamu menjelaskan siapa ayah dari ketiga anak di rumah ini."

BH
Seorang lelaki Indonesia telah disengat kemaluannya oleh lebah saat berdoa di dalam di kuil,
lalu dia berdoa : "Ya Tuhan, hilangkan sakitnya, tetapi kekalkan bengkaknya.

WARTO
Kisah sukses dalam waktu setahun;
WARTO dapat sekaligus mendirikan WARTEL, WARNET dan WARTEG.
Tetapi, WARTI hanya butuh waktu 1/2 menit , dapat mendirikan WARTO.

SURGA
Seorang anak bertanya kepada Ibunya : "Mengapa surgaku dibawak telapak kaki Ibu ?"
Dengan tenang si Ibu menjawab : "Kalo diantara kaki, itu surga Bapakmu, nak!!!".

TUKANG ROTI
Waktu itu ada tukang roti lewat, terus temen gue -- Cemplon -- manggil, kontan
tukang roti itu nyamperin kita yang lagi duduk-duduk santai ditaman deket rumah;

Cemplon : "Ada roti apa ' an aja, Bang?"
Tkg. Roti : "Macem-macem, Neng!"
Cemplon : "Ini apa ' an, Bang?"
Tkg. Roti : "Ini nanas."
Cemplon : "Kalo yang ini?"
Tkg. Roti : "Ini mah kelapa, Neng."
Cemplon : "Nah, kalo yang ini???"
Tkg. Roti : "Kalo yang ini mah, srikaya"
Cemplon : "Roti-nya mana, Bang??? Dari tadi buah-buahan melulu???"

diambil dariSinopsis :Buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong

Biografi Chairul Tanjung yang diawali dengan kisah bagaimana di tengah keterbatasan kondisi ekonomi keluarga, Chairul Tanjung mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kedua orangtua sangat tegas dalam mendidik anak-anaknya, termasuk Chairul Tanjung. Orangtuanya mempunyai prinsip, “Agar bisa keluar dari jerat kemiskinan, pendidikan merupakan langkah yang harus ditempuh dengan segala daya dan upaya.” Apa pun akan mereka upayakan agar anak-anak mereka dapat melanjutkan pendidikan tinggi sebagai bekal utama kehidupan masa depan.

Sang ibunda, Halimah, mengatakan bahwa uang kuliah Chairul Tanjung pertama yang diberikan kepadanya, diperoleh ibunda dari menggadaikan kain halus miliknya.

Bab-bab berikutnya masih menceritakan kehidupan masa muda Chairul Tanjung, saat-saat menjadi mahasiswa sampai kisah awalnya menjadi wirausaha. Tahun 1987, Chairul Tanjung menjadi kontraktor pembangunan pabrik sumpit di Citeureup, Bogor, seluas 800 meter persegi. Tapi yang jadi malah pabrik sandal.

Buku ini juga mengisahkan kehidupan rumah tangga dan keluarga Chairul Tanjung, ketika Chairul Tanjung bertemu dengan perempuan Jawa, Anita Ratnasari, yang tegas dan tegar.

Dalam buku ini, Chairul Tanjung mengungkapkan bahwa, “bagi saya, ibu adalah segalanya.” Chairul Tanjung percaya bahwa surga ada di telapak kaki ibu. “Bila kita benar-benar berbakti kepada ibu sepenuh hati dan ikhlas, maka surga akan kita gapai di dunia. Itu yang saya alami sendiri,” demikian Chairul Tanjung berpendapat.

Chairul Tanjung juga menyampaikan pandangan-pandangannya tentang persoalan ekonomi dan menceritakan aktivitasnya sebagai pengusaha.

Chairul Tanjung mengembangkan Para Group, kemudian mengganti nama perusahaannya menjadi CT Corp. Secara umum CT Corp terdiri atas tiga perusahaan subholding yaitu Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global Resources.

Mega Corp adalah perusahaan induk untuk jasa keuangan yang melayani masyarakat di sektor perbankan, asuransi, pembiayaan, dan pasar modal.

Trans Corp adalah perusahaan induk yang bergerak di bisnis media, gaya hidup, dan hiburan. Dalam perusahaan ini, terdapat dua stasiun TV, yaitu Trans TV dan Trans 7, portal berita Detik, dan perusahaan ritel Careefour. Selain itu juga ada perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman, hotel, biro perjalanan, dan sejumlah department store yang menyediakan kebutuhan fashion merek terkenal dan high-end.

Sedangkan CT Global Resources adalah perusahaan induk yang fokus pada bisnis perkebunan.
Buku ini menarik dibaca dan bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mengetahui bagaimana seorang Chairul Tanjung berhasil menjadi pengusaha sukses dengan hasil kerja kerasnya dan hasil keringatnya sendiri, dan bukan warisan keluarga konglomerat.

Kelemahan :
Buku ini memiliki kertas yang kurang bagus warnanya kuning dan begitu tipis sehingga tidak begitu nikmat kalau dilihat, dan begitu pula dengan cover bukunya warna kurang begitu bagus, seharusnya menggunakan warna hijau atau biru agar pembaca dapat tertarik.

Keunggulan :
Buku ini memiliki cerita yang sangat menarik untuk dibaca karena banyak hal yang bisa dipelajari dari buku tersebut contohnya baktinya seorang anak kepada ibunya, tetap semangat untuk mencapai keberhasilan, dan banyak lagi yang bisa dipelajari. Bahasa penuturan yang digunakan cukup menarik untuk di baca karena sederhana dan mudah dicerna untuk berbagai kalangan.


Resep Sukses si 'Anak Singkong' Chairul Tanjung  
TEMPO.CO , Jakarta: Pengusaha kenamaan Indonesia, Chairul Tandjung, berbagi pengalamannya selama menjadi wirausaha. Setelah melintang selama 20 tahun di dunia bisnis, ia mengaku telah menemukan resep sukses.

"Anda akan bisa sukses, kalau bisa membeli masa depan dengan harga sekarang," ujarnya di sela-sela acara Global Entrepreneurship Week di Bank Indonesia, Senin, 12 November 2012.

Ia pun mencontohkan bahwa seorang wirausaha harus pandai meramal. "Harus mengetahui tren yang ada di depan, apa yang terjadi di depan,"  ujarnya. "Contohnya, di tahun 70an menciptakan air minum air mineral dengan merek Aqua dan di waktu itu dianggap gila. Tapi sekarang orang tetap saja menyebut air mineral lainnya Aqua, walaupun mereknya bukan Aqua."

Kisah keberhasilan Chairul sebagai pengusaha dituangkan dalam buku biografi yang berjudul Chairul Tanjung Si Anak Singkong. Buku ini bercerita perjalanan hidupnya sampai akhirnya menjadi konglomerat.

Kesuksesannya d dunia wirausaha tidak diragukan lagi. Ia memiliki CT Corp. CT Corp terdiri atas tiga perusahaan subholding, yaitu Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global Resources.

Mega Corp adalah perusahaan induk untuk jasa keuangan yang melayani masyarakat di sektor perbankan, asuransi, pembiayaan, dan pasar modal. Trans Corp adalah perusahaan induk yang bergerak di bisnis media, gaya hidup, dan hiburan. Sedangkan CT Global Resources adalah perusahaan induk yang fokus pada bisnis perkebunan.

ANANDA PUTRI


Buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong mendapat sambutan positif di Kota Makassar.
Buku terbitan Kompas ini tergolong buku yang laris terjual di tiga Toko Buku (TB) Gramedia yang ada di Kota Makassar. Ketiga toko buku dimaksud adalah TB Gramedia Panakkukang, TB Gramedia MaRI, dan TB Gramedia Trans Studio Mall.

Hal itu diungkapkan Denny Jakson  S dari Group of Book Publishing Kompas Gramedia Makassar kepadaTribun Timur di Makassar, Jumat (20/7/2012).
                                   
“Khusus di Kota Makassar, sudah ribuan buku ini terjual. Padahal, buku ini baru diluncurkan Juni lalu. Buku ini tak hanya laris di Makassar. Di Toko Buku Gramedia di seluruh Indonesia pun mengalami hal sama. Laris manis. Hitungan kami sudah ratusan ribu terjual sejak Juni lalu,” ujar Denny melalui ponsel.

Denny menambahkan, saking larisnya, buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong telah dicetak ulang hingga cetakan keempat. Satu kali cetakan, itu rata-rata 50 ribu eksempelar.
Edisi perdana buku ini terbit Juni 2012 yang bertepatan pula 50 tahun usia CT. Harga buku ini Rp 58 ribu per eksemplar.

Isi Buku
Buku yang ditulis Tjahja Gunawan Diredja yang juga wartawan Harian Kompas ini berisi cerita yang tentang masa-masa susah hingga kabar senang dari sosok Chairul.
Buku ini terdiri 384 halaman. Juga dilengkapi sejumlah foto yang mengisahkan berbagai aktivitas bisnis dan maupun kegiatan sosial CT.

Nama Chairul Tanjung alias CT kini tak disangsikan lagi kepopulerannya di Indonesia. Dalam usia 50 tahun, Chairul telah berhasil menjadi tokoh sukses di bidang bisnis properti, perbankan, asuransi, perhotelan, pasar modal, dan media massa. Total asetnya pun kini bernilai triliunan rupiah.

Majalah Forbes, sebuah majalah bisnis dan finansial Amerika Serikat yang didirikan pada 1917 oleh BC Forbes, pada Maret 2012 mengeluarkan daftar 1.226 orang terkaya di dunia. Sebanyak 17 di antaranya adalah orang Indonesia. Nah, nama Chairul termasuk di antara 17 nama itu. Tepatnya pada urutan 634 orang terkaya di dunia.
Kekayaan pribadi Chairul disebut mencapai dua miliar dolar AS atau setara Rp 18 triliun (kurs: 1 dolar AS = Rp 9.000).
                           
Padahal, Chairul bukan berasal dari keluarga anak konglomerat. Juga bukan anak jenderal. Bos CT Corp (Chairul Tanjung Corpora) yang menaungi puluhan perusahaan ini mengaku sebagai anak dari keluarga sederhana.

Ayahnya, AG Tanjung adalah wartawan sekaligus pengelola surat kabar beroplah kecil sejak Orde Lama. Namun saat Orde Baru berkuasa, surat kabar yang dikelola ayahnya itu kemudian dipaksa tutup karena berseberangan secara politik dengan penguasa saat itu. Kondisi ini membuat orangtuanya menjual rumah dan berpindah tinggal.

Masa kecil Chairul dilewati di Gang Abu, Batutulis, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Katanya, pada tahun 1970-an, merupakan satu di antara kawasan terkumuh di Jakarta. Jalanan tanah, becek, dan banjir kala hujan. Semua rumah di kawasan ini merupakan rumah petak kecil, beratap pendek, dinding tambal sulam, dan tak ada bangunan bertingkat.

Kondisi keuangan keluarga orangtua Chairul pun saat itu terbatas. Ibu Chairul sampai harus menggadaikan kain halus miliknya untuk membiayai kuliah pertama Chairul di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Indonesia (UI). Namun sadar dengan keterbatasan keuangan orangtuanya, Chairul tumbuh menjadi anak yang kreatif, pekerja keras, dan mandiri sejak muda. Kini ia pun menuai hasilnya.

Masa Mahasiswa
Sejak kuliah di FKG UI, Chairul pun harus mencari sendiri uang agar bisa membiayai kebutuhan kuliahnya. Di awali dengan membuka usaha fotokopi di kampusnya. Lalu masuk ke bisnis alat-alat kedokteran gigi untuk memenuhi kebutuhan rekan-rekannya.

Sembari menjalankan bisnis di kampus, CT juga aktif dalam urusan gerakan kemahasiswan. Buktinya ia sempat dipercaya sebagai Ketua Ex-Officio Dewan Mahasiswa UI. Lalu pada 1984, ia terpilih menjadi Koordinator Mahasiswa se-Jakarta. Pada tahun yang sama, ia juga terpilih sebagai mahasiswa teladan tingkat nasional.

Saat mahasiswa, ia dan rekannya terlibat dalam gerakan menolak militerisme masuk UI dengan menggelar mogok kuliah. Tak hanya menggembok, tapi juga mengelas pintu masuk fakultas. Pasalnya, saat itu terdengar isu bahwa Mayjen TNI Nugroho Notosusanto akan diangkat Rektor UI menggantikan Prof Dr Mahar Mardjono.

Selepas kuliah, Chairul pernah mendirikan PT Pariarti Shindutama yang memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor.  Kepiawaiannya membangun jaringan dan sebagai pengusaha membuat bisnisnya pun semakin berkembang. Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Karman yang kini bernama Bank Mega.

Di bidang bisnis bidang penyiaran dan multimedia, ia telah memiliki Trans TV. Lalu membeli TV7 dan mengubah namanya menjadi Trans7. Lalu membuat Trans Studio. Satu di antaranya adalah Trans Studio Mall yang ada di Makassar. Pada 1 Desember 2011, Chairul meresmikan perubahan nama Para Grup menjadi CT Corp. CT adalah singkatan dari namanya.  (*)
Seri Kisah Al-Quran: Kekuatan Fisik dan Kesucian Hati Menjadikan Thalut Pemimpin Bani Israil
Seorang pemuda sedang bekerja keras di ladang bersama ayahnya. Ia adalah seorang pemuda berbadan kuat dan berhati suci. Karena begitu seriusnya ia tidak tahu bahwa hewan-hewan peliharaannya telah menjauh dari ladangnya. Sesaat kemudian ia berdiri dan mengusap keringat di atas dahinya. Ia melihat sekitar dan baru memahami kalau hewan-hewan peliharaannya sudah tidak ada lagi. Bersama salah satu pekerjanya ia pergi mencari hewan-hewannya. Kemanapun mereka berdua mencari tetap saja tidak menemukannya. Ketika mereka berdua ingin kembali ke ladang, pekerjanya berkata, "Di sini adalah tempat kelahiran Nabi Samuel as. Berhubung sudah terlanjur sampai di sini, mari kita datangi beliau dan meminta bimbingannya.
Thalut menerima ajakan pekerjanya dan berdua menuju rumah Nabi Samuel as. Dalam kondisi lelah dan haus mereka berdua sampai di lereng sebuah gunung. Terdengar suara masyarakat mengatakan, "Hai Samuel! Angkatlah seorang raja untuk kami agar kami bisa membantunya berperang di jalan Allah!"

Seorang laki-laki yang cahaya wajahnya menunjukkan bahwa ia sebagai seorang utusan Allah, menjawab, "Kalian kaum Bani Israil adalah orang-orang yang lemah. Aku yakin bila kalian diutus untuk berperang, kalian akan melimpahkannya kepada orang lain. Meski demikian saya tetap akan menunggu perintah dari Allah terkait kalian."

Thalut dan pekerjanya semakin mendekat. Melihat mereka berdua, Nabi Samuel langsung memutus pembicaraannya. Orang-orang sedikit mundur ke belakang. Nabi Samuel berkata, "Dia telah datang! Dialah orang yang kalian tunggu-tunggu untuk mengatur urusan kalian. Dia adalah Thalut!"
Thalut yang masih muda merasa takjub dan bertanya, "Anda mengenal saya? Saya hanya seorang petani miskin. Saya datang ke sini untuk meminta bimbingan Anda agar bisa menemukan hewan-hewan peliharaan saya!"

Samuel berkata, "Jangan khawatir! Hewan-hewanmu sekarang juga sedang menuju ladang ayahmu. Jangan terikat pada mereka! Sekarang perhatikan urusan yang lebih besar yang dikehendaki oleh Allah! Allah pencipta semesta alam telah menetapkan kamu sebagai pemimpin Bani Israil."

Bani Israil terheran-heran menyaksikan peristiwa aneh ini. Satu sama lainnya saling memandang. Dengan wajah cemberut berkata, "Bagaimana mungkin ia bisa menjadi raja kita? Kitalah yang lebih layak untuk menjadi raja bagi dia. Ia tidak memiliki harta kekayaan!"

Samuel berkata, "Allah telah memilihnya untuk kalian dan menambah pengetahuan dan kemampuannya. Allah akan memberikan kerajaan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui.

Bani Israil berkata, "Bila Allah telah menghendaki, kami akan menerimanya dengan syarat anda menunjukkan tanda-tandanya!"
Samuel berkata, "Allah mengetahui penentangan kalian. Oleh karena itu, Dia menunjukkan tanda-tandanya. Lihatlah tabut warisan keluarga Musa dan Harun yang selama ini hilang sehingga menyebabkan kelemahan dan kemalangan, saat ini juga akan kembali lagi kepada kalian. Tabut yang dibawa oleh para malaikat ini akan menjadi bahan pelajaran bagi kalian, bila memang kalian beriman."

Dengan semangat masyarakat bangkit dan menengok ke sana ke mari. Tabut itu merupakan nikmat ilahi yang diberikan kepada mereka. Nikmat ini telah memberikan keberkahan kepada Bani Israil. Akan tetapi ketika mereka telah menyimpang dari syariat, akhlak dan perilaku mereka condong kepada keburukan, tabut ini menghilang. Akhirnya persatuan dan kesatuan Bani Israil menjadi bercerai-berai.

Bani Israil akhirnya berbaiat kepada Thalut dan menerima kepemimpinannya karena melihat tabut tersebut.
Sejak awal kepemimpinannya, Thalut telah mengerahkan segala kebijakan dan pemikirannya. Ia menghadap kepada Bani Israil dan berkata, "Barang siapa yang mau mendaftar menjadi pasukan, pikirannya harus kosong. Yang ingin bergabung dengan pasukan kami bukan orang-orang yang berencana membangun sebuah gedung, berencana menikah atau berdagang."

Para pasukan bersiap sedia. Dengan rapih mereka berada di hadapan Thalut. Sambil berpikir, Thalut melihat wajah-wajah pasukannya. Pandangan sebagian mereka menampakkan keragu-raguan. Untuk menguji mereka Thalut berkata, "Dalam perjalanan kita akan sampai pada sebuah sungai. Barang siapa yang bersabar dan menaatiku, ia tidak minum air itu atau hanya minum segenggam air saja!"
Namun ketika pasukan Thalut sampai di tempat itu, mereka betul-betul dalam kondisi kehausan dan meminum air laut sebanyak-banyaknya kecuali beberapa orang saja yang tidak meminumnya

Thalut berkata, "Sekarang, pasukanku hanyalah orang-orang yang sabar dan mukmin."
Kemudian ia membaginya menjadi dua kelompok dan pergi menuju medan pertempuran.
Musuh memiliki banyak persenjataan dan perlengkapan. Pemimpin dan komandan mereka bernama Jalut.

Pasukan penakut yang ada di dalam barisan Thalut merasa ketakutan saat melihat Jalut.

Mereka berkata, "Hari ini kita tidak sanggup menghadapi Jalut dan pasukannya."

Di tengah-tengah barisan pasukan Thalut ada seorang remaja pemberani maju dan kepada Thalut ia berkata, "Aku diutus oleh ayahku untuk melaporkan kepada beliau berita tentang dua saudaraku di medan peperangan. Namun sekarang aku ingin berperang melawan Jalut."

Pada mulanya Thalut tidak begitu mempedulikannya. Pemuda pemberani itu bernama Daud. Ia lebih bersemangat di banding sebelumnya seraya berkata, "Perawakan kecil dan kelemahanku jangan sampai membuat Anda salah. Kemarin saya telah membunuh seekor beruang dan sebelumnya saya telah bertempur melawan seekor harimau.

Thalut memuji kemauan dan semangat Daud dan mengizikannya untuk berperang. Namun ketika Jalut tertawa saat melihat remaja ini berada di hadapannya dan berkata, "Sudah bosankah kamu dari jiwamu? Apakah tongkatmu ini sebagai senjatamu?"
Saat itu ucapan Jalut belum selesai. Daud meletakkan batu di dalam umban dan melemparnya ke arah Jalut. Seketika itu juga kepala Jalut terluka. Saat itu Jalut belum tersadar, Daud sudah melemparkan batu berikutnya berkali-kali sehingga Jalut terjatuh.

Allah telah menetapkan Daud sebagai raja dan memberinya hikmah sepeninggal Thalut. Allah telah memberikan apa saja yang dikehendaki-Nya dan mengangkatnya sebagai salah satu nabi-Nya.

Kisah ini ada dalam surat Baqarah ayat 246 sampai 251. Dia akhir kisah ini Allah berfirman, "Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam." (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

Seri Kisah Al-Quran: Pertanyaan Nabi Ibrahim as yang Mampu Menghidupkan Fitrah Manusia
 Al-Quran merupakan sebuah kitab yang memberikan kehidupan dan pencerahan. Ia menjelaskan tentang pelajaran sejarah. Ia menggambarkan penyimpangan-penyimpangan manusia dengan cara lain daripada yang lain, indah dan menarik. Ia mengajak manusia untuk berpikir dengan mengajukan argumen-argumen yang kokoh dan logis. Di antaranya adalah kisah-kisah tentang tauhid dan argumen-argumen yang diajukan oleh Nabi Ibrahim as.


Mari kita simak kisah ini:

- Cepat Ibrahim! Hari raya telah tiba. Kita semua harus pergi ke padang sahara untuk merayakan pesta besar-besaran!\
- Ibrahim berkata, "Tapi aku sakit. Aku tidak bisa pergi bersama kalian."

- Ibrahim! Apa katamu? Ini adalah hari raya yang paling besar. Tidak ada seorang pun yang tinggal di kota.



- Aku minta maaf! Aku akan tinggal di sini.



- Baiklah! Tapi kau sedang menjauhkan dirimu dari kegembiraan.



Ketika Ibrahim sudah yakin bahwa semua masyarakat telah pergi ke luar kota, pelan-pelan ia pergi ke tempat penyembahan berhala. Sebuah tempat yang luas dan penuh dengan berhala-berhala kecil maupun besar. Di samping berhala-berhala itu ada beragam makanan.



Ibrahim menghadap berhala. Sambil tersenyum mengejek, ia berkata, "Mengapa kamu tidak makan? Mengapa kamu tidak berbicara?



Dengan suara pelan Ibrahim berkata, "Bagaimana mungkin batu-batu hasil pahatan manusia akan berbicara?"



Ibrahim sesak dada menyaksikan kejahilan dan kebodohan masyarakat di zamannya. Ia membanting berhala, kemudian mengambil kampak dan menghancurkan berhala-berhala itu. Selanjutnya meletakkan kampak di atas pundak berhala yang paling besar, setelah itu ia keluar dari tempat itu.



Penduduk kota dengan gembira kembali dari acara perayaan dan langsung menuju tempat penyembahan berhala untuk memuja berhala-berhalanya. Tidak lama setelah itu terdengar suara riuh:

- Musibah besar telah menimpa kita! Berhala-berhala telah hancur!

- Siapa yang melakukan penghinaan itu terhadap tuhan-tuhan kita? Ia pasti pezalim.
\
Ada suara muncul di antara kerumunan masyarakat:

- Ini adalah kerjaan Ibrahim. Ia meremehkan dan menghina tuhan-tuhan kita. Ia selalu berkata, "Benda mati tidak layak untuk dipuja dan disembah." Hari ini hanya Ibrahim yang tinggal di kota.

Orang-orang dengan perasaan marah mencari Ibrahim dan menangkap Ibrahim.

Salah seorang dari mereka berkata, "Engkaukah yang melakukan penghinaan ini terhadap tuhan-tuhan kita?"

Ibrahim berkata, "Jangan-jangan berhala besar yang menghancurkan berhala-berhala kecil! Tanyakan padanya!"

Mereka heran dan terdiam. Mereka merujuk kepada nalurinya masing-masing dan kepada dirinya sendiri berkata, "Pasti kita sendiri yang pezalim." Kemudian mereka menunduk. Lantas berkata, "Ibrahim! Kamu sendiri tahu bahwa berhala-berhala ini tidak berbicara!"

Ibrahim berkata, "Tidakkah seharusnya kalian menyembah Tuhan Yang Esa daripada menyembah benda-benda yang yang tidak memberikan manfaat maupun mudharat sama sekali kepada kalian. Celakalah kalian dan yang kalian sembah! Mengapa kalian tidak berpikir?!"

Namrud raja Babil berjalan ke sana ke mari sambil marah dan mengumpat. Ia berkata, "Siapakah Ibrahim itu? Berani-beraninya ia menyebut Tuhan Yang Esa! Sekarang juga tangkap dia dan bawa ke sini?"

Ketika Ibrahim berada di hadapan Namrud. Namrud berkata kepadanya, "Kerusuhan apa yang kau lakukan ini? Siapakah Tuhan Yang Esa itu? Apakah kau mengenal tuhan lain selain aku?"

Ibrahim berkata, "Tuhanku adalah yang menghidupkan dan mematikan. Hanya tuhanku saja yang memberikan nyawa dan mengambilnya."

Dengan suara keras, Namrud tertawa. Sambil marah ia berkata, "Ini bukan sesuatu yang penting. Aku juga menghidupkan dan mematikan."

Kemudian Namrud memerintahkan untuk membawa dua tahanan ke hadapannya. Seketika itu juga ia memerintahkan membunuh yang satu dan membebaskan yang lainnya. Kemudian menghadap ke Ibrahim dan berkata, "Hai Ibrahim. Ini adalah sebuah pekerjaan yang mudah!"


Ibrahim berkata, "Namun Tuhanku adalah pencipta yang mampu. Dengan kehendak-Nya matahari terbit dari timur. Sekarang kau terbitkan matahari itu dari barat!"


Namrud takjub dan kalah di hadapan argumentasi Ibrahim. Oleh karena itulah ia mengeluarkan Ibrahim dari istananya.

Setelah itu Ibrahim dan keluarganya meninggalkan kota Babil. Di pertengahan jalan ia menemukan sebuah kaum yang menyembah bintang-bintang.


Muallaf Krakow Berbagi Kisah : Menjaga Kesucian Cinta

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Tadinya brother Hasan adalah aktivis Gereja yang sangat sibuk, sejak usia sekolah hingga lulus universitas, dia memang amat aktif di berbagai kegiatan. Suatu hari, ia jatuh cinta, waduh, ia gambarkan suasana hati yang amat fantastis, setiap hari terbayang-bayang ‘si wanita yang dicintai ini’.

Perempuan cantik bermata biru yang biasa dilihatnya melalui jendela apartmen, ternyata adalah seorang mahasiswi di universitas lain, beberapa menit perjalanan bus kota dari rumahnya. Mungkin si cewek punya teman yang rumahnya berdekatan dengan brother Hasan.

Hasan bukan orang yang agresif, dia hanya memendam rasa cinta tersebut. Ia memang selalu terbayang-bayang wajah si cewek di kala momen apa pun juga, ibarat lagu dangdut Indonesia, “Mau makan, teringat dia…Mau tidur, teringat dia…”, pokoknya capeeek deh, masa’ sih ingat dia melulu, bisa mengganggu konsentrasi dalam aktivitas lainnya. Namun Hasan tidak menjadi ‘gelap mata’, ia perlahan mencari tahu tentang si cewek, yah dipikirnya, “Siapa tahu memang jodoh…”, kira-kira begitu.

Suatu hari, Hasan kaget, si cewek memakai kain di kepala, (seperti kerudung) padahal kain itu adalah syal panjang. Melalui teman dari cewek itu, Hasan jadi tahu bahwa cewek bermata biru itu sudah menjadi Muslimah. Lantas Hasan menggunakan ‘ilmu dari Paman Google’, ia cari segala hal tentang Muslimah, apakah Muslimah itu? Bagaimanakah kehidupan Muslimah? Kenapa Muslimah berpakaian seperti itu? Dan lain-lain. Dengan cara ‘keluyuran’ di media-media Internet pula, Hasan menemukan berbagai informasi tentang Islam. Ia amat tertarik akan agama ini.

Tak disangka, di suatu sore, awan berarak sore tiba berteman angin kencang, di sudut apartmen tua, Hasan melihat sosok orang berwajah asing (bukan pria lokal, ia menyebutnya seperti wajah dari Jazirah Arab) sedang berpelukan dan bersikap mesra dengan si cewek ‘inceran’ Hasan tersebut. Bagaikan ada petir menyambar hatinya, jantungnya terasa akan copot, oalah, sedihnya brother Hasan. “Selamat sore…”, ia mencoba menyapa kedua insan yang sedang mesra itu. Si cewek dan pria itu membalas, “Selamat sore…”, sambil tersenyum. Selanjutnya Hasan melangkah gontai ke arah apartmennya. Mencoba menyembunyikan nuraninya yang sedang ‘hancur’ bagaikan gempa bumi.

Segera Hasan menemui tetangganya yang merupakan teman si cewek. Ia hanya ‘pura-pura’ ingin tahu, “Siapakah pria yang menemani temanmu itu? Rasanya saya pernah melihatnya…”, tanya Hasan. Jawaban tetangganya makin membuatnya hampir pingsan, “Ooooh… itu Suaminya, teman saya itu sekarang berSuami…” Begitulah, peristiwa ‘jatuh hati’ alias cinta bersemi kepada cewek pujaannya, ternyata langsung menjadi tragedi buat hati Hasan.

Tapi, eitss, jangan terburu-buru bilang ‘tragedi’, Hasan sekarang sudah tahu, bahwa cewek pujaan bermata biru itu masuk Islam karena ingin dinikahi oleh si teman Arabnya, pernikahan itu adalah jenis ‘kawin kontrak’. Hasan mengetahui hal itu setelah kebingungan melanda, tatkala ia melihat beberapa kali, koq si cewek gonta-ganti Suami? Padahal di dalam Islam, tak ada ‘kamusnya’ cewek punya Suami banyak, begitu pikir Hasan. Luluh… Hasan berbalik malah ingin tahu banyak tentang Islam, bersungguh-sungguh untuk menjadi Muslim, ia luluh pada cinta yang sesungguhnya, yaitu pada Sang Pencipta. Ia yakin bahwa Allah SWT sudah melindunginya dari jalan ‘cinta’ yang keliru.

Dengan mudahnya Allah ta’ala ‘menjaga hati’ sesiapa yang dikehendaki-Nya. Brother Hasan tak lagi mencintai si mata biru itu, ia bersyukur bahwa ia masih waras, dan tak tergoda si mata biru lebih jauh. Si cewek ternyata membiayai kuliahnya sendiri dengan cara dinikahi secara kontrak oleh orang-orang Syi’ah, kadang hanya nikah dua minggu, dua bulan, atahu bisa saja sampai setahun, tergantung keperluan ‘Suaminya’. Si cewek tak tahu apa-apa selain ‘diajak bersyahadat’, maka jadilah ia Muslim, padahal rukun-rukun Islam tak dijalankan, Naudzubillahi minzaliik.

Hasan bilang, “Saya malah jauh lebih mencintai Islam. Alhamdulillah telah ada jalan yang indah bagaimana saya bisa menemukan cahaya Islam…” Subhanalloh, brother Hasan sangat mantap berbicara demikian.

Suatu hari, di kala sholat Jum’at, brothers lain melihat Hasan beranting-anting, namun brothers lain merasa segan menegurnya. Di jum’at selanjutnya, Hasan masih menggunakan anting-anting, maka ada seorang brother yang biasa ‘blak-blakan’, bilang, “Kamu baru menjadi Muslim, yah Brother?”

“Iya, saya mencinta Allah, Saya mencintai rasul-Nya. Saya Muslim, baru saja beberapa bulan lalu…”, kata Hasan.

Brother kita lainnya bilang, “Muslim laki-laki tidak boleh beranting-anting, menindik telinga, memakai emas, it’s Haram, Brother…” Selanjutnya ada yang menerangkan padanya tentang hal tersebut, menggunakan bahasa Poland.

Brother Hasan kaget, “Oh ya…?! Waduh saya baru tahu…Ya Allah, I’m sorry…”, katanya. Secara langsung detik itu juga, ia lepas anting-antingnya, ia lepas kalung emasnya, dan ia ulang kata-kata, “I am sorry, Allah… saya benar-benar baru tahu…” Sami’na wa atho’na, bisiknya. 

The Little Match Girl
by Hans Christian Andersen
An illustration for the story The Little Match Girl by the author Hans Christian Andersen

Most terribly cold it was; it snowed, and was nearly quite dark, and evening-- the last evening of the year. In this cold and darkness there went along the street a poor little girl, bareheaded, and with naked feet. When she left home she had slippers on, it is true; but what was the good of that? They were very large slippers, which her mother had hitherto worn; so large were they; and the poor little thing lost them as she scuffled away across the street, because of two carriages that rolled by dreadfully fast.

One slipper was nowhere to be found; the other had been laid hold of by an urchin, and off he ran with it; he thought it would do capitally for a cradle when he some day or other should have children himself. So the little maiden walked on with her tiny naked feet, that were quite red and blue from cold. She carried a quantity of matches in an old apron, and she held a bundle of them in her hand. Nobody had bought anything of her the whole livelong day; no one had given her a single farthing.

She crept along trembling with cold and hunger--a very picture of sorrow, the poor little thing!

The flakes of snow covered her long fair hair, which fell in beautiful curls around her neck; but of that, of course, she never once now thought. From all the windows the candles were gleaming, and it smelt so deliciously of roast goose, for you know it was New Year's Eve; yes, of that she thought.

In a corner formed by two houses, of which one advanced more than the other, she seated herself down and cowered together. Her little feet she had drawn close up to her, but she grew colder and colder, and to go home she did not venture, for she had not sold any matches and could not bring a farthing of money: from her father she would certainly get blows, and at home it was cold too, for above her she had only the roof, through which the wind whistled, even though the largest cracks were stopped up with straw and rags.

Her little hands were almost numbed with cold. Oh! a match might afford her a world of comfort, if she only dared take a single one out of the bundle, draw it against the wall, and warm her fingers by it. She drew one out. "Rischt!" how it blazed, how it burnt! It was a warm, bright flame, like a candle, as she held her hands over it: it was a wonderful light. It seemed really to the little maiden as though she were sitting before a large iron stove, with burnished brass feet and a brass ornament at top. The fire burned with such blessed influence; it warmed so delightfully. The little girl had already stretched out her feet to warm them too; but--the small flame went out, the stove vanished: she had only the remains of the burnt-out match in her hand.

She rubbed another against the wall: it burned brightly, and where the light fell on the wall, there the wall became transparent like a veil, so that she could see into the room. On the table was spread a snow-white tablecloth; upon it was a splendid porcelain service, and the roast goose was steaming famously with its stuffing of apple and dried plums. And what was still more capital to behold was, the goose hopped down from the dish, reeled about on the floor with knife and fork in its breast, till it came up to the poor little girl; when--the match went out and nothing but the thick, cold, damp wall was left behind. She lighted another match. Now there she was sitting under the most magnificent Christmas tree: it was still larger, and more decorated than the one which she had seen through the glass door in the rich merchant's house.

Thousands of lights were burning on the green branches, and gaily-colored pictures, such as she had seen in the shop-windows, looked down upon her. The little maiden stretched out her hands towards them when--the match went out. The lights of the Christmas tree rose higher and higher, she saw them now as stars in heaven; one fell down and formed a long trail of fire.

"Someone is just dead!" said the little girl; for her old grandmother, the only person who had loved her, and who was now no more, had told her, that when a star falls, a soul ascends to God.

She drew another match against the wall: it was again light, and in the lustre there stood the old grandmother, so bright and radiant, so mild, and with such an expression of love.

"Grandmother!" cried the little one. "Oh, take me with you! You go away when the match burns out; you vanish like the warm stove, like the delicious roast goose, and like the magnificent Christmas tree!" And she rubbed the whole bundle of matches quickly against the wall, for she wanted to be quite sure of keeping her grandmother near her. And the matches gave such a brilliant light that it was brighter than at noon-day: never formerly had the grandmother been so beautiful and so tall. She took the little maiden, on her arm, and both flew in brightness and in joy so high, so very high, and then above was neither cold, nor hunger, nor anxiety--they were with God.

But in the corner, at the cold hour of dawn, sat the poor girl, with rosy cheeks and with a smiling mouth, leaning against the wall--frozen to death on the last evening of the old year. Stiff and stark sat the child there with her matches, of which one bundle had been burnt. "She wanted to warm herself," people said. No one had the slightest suspicion of what beautiful things she had seen; no one even dreamed of the splendor in which, with her grandmother she had entered on the joys of a new year.

The Little Match Girl was featured as The Short Story of the Day on Tue, Dec 25, 2012 


Love Means... (a girl and guy were speeding over 100 mph on a motorcycle)
Girl: Slow down. I'm scared.
Guy: No this is fun.
Girl: No its not. Please, it's too scary!
Guy: Then tell me you love me.
Girl: Fine, I love you. Slow down! Guy: Now give me a big hug. (Girl hugs him)
Guy: Can you take my helmet off and put it on? It's bugging me.
In the paper the next day: A motorcycle had crashed into a building because of break failure. Two people were on the motorcycle, but only one survived. The truth was that halfway down the road, the guy realized that his breaks broke, but he didn't want to let the girl know. Instead, he had her say she loved him, felt her hug one last time, then had her wear his helmet so she would live even though it meant he would die.

One night a guy and a girl were driving home from the movies.
The boy sensed there was something wrong because of the painful silence they shared between them that night. The girl then asked the boy to pull over because she wanted to talk. She told him that her feelings had changed & that it was time to move on. 

A silent tear slid down his cheek as he slowly reached into his pocket & passed her a folded note. At that moment, a drunk driver was speeding down that very same street. He swerved right into the drivers seat, killing the boy. Miraculously, the girl survived. Remembering the note, she pulled it out & read it. "Without your love, I would die."


A Tent in Agony
by Stephen Crane
A SULLIVAN COUNTY TALE
Four men once came to a wet place in the roadless forest to fish. They pitched their tent fair upon the brow of a pine-clothed ridge of riven rocks whence a bowlder could be made to crash through the brush and whirl past the trees to the lake below. On fragrant hemlock boughs they slept the sleep of unsuccessful fishermen, for upon the lake alternately the sun made them lazy and the rain made them wet. Finally they ate the last bit of bacon and smoked and burned the last fearful and wonderful hoecake.

Immediately a little man volunteered to stay and hold the camp while the remaining three should go the Sullivan county miles to a farmhouse for supplies. They gazed at him dismally. "There's only one of you--the devil make a twin," they said in parting malediction, and disappeared down the hill in the known direction of a distant cabin. When it came night and the hemlocks began to sob they had not returned. The little man sat close to his companion, the campfire, and encouraged it with logs. He puffed fiercely at a heavy built brier, and regarded a thousand shadows which were about to assault him. Suddenly he heard the approach of the unknown, crackling the twigs and rustling the dead leaves. The little man arose slowly to his feet, his clothes refused to fit his back, his pipe dropped from his mouth, his knees smote each other. "Hah!" he bellowed hoarsely in menace. A growl replied and a bear paced into the light of the fire. The little man supported himself upon a sapling and regarded his visitor.

The bear was evidently a veteran and a fighter, for the black of his coat had become tawny with age. There was confidence in his gait and arrogance in his small, twinkling eye. He rolled back his lips and disclosed his white teeth. The fire magnified the red of his mouth. The little man had never before confronted the terrible and he could not wrest it from his breast. "Hah!" he roared. The bear interpreted this as the challenge of a gladiator. He approached warily. As he came near, the boots of fear were suddenly upon the little man's feet. He cried out and then darted around the campfire. "Ho!" said the bear to himself, "this thing won't fight--it runs. Well, suppose I catch it." So upon his features there fixed the animal look of going--somewhere. He started intensely around the campfire. The little man shrieked and ran furiously. Twice around they went.
The hand of heaven sometimes falls heavily upon the righteous. The bear gained.
In desperation the little man flew into the tent. The bear stopped and sniffed at the entrance. He scented the scent of many men. Finally he ventured in.

The little man crouched in a distant corner. The bear advanced, creeping, his blood burning, his hair erect, his jowls dripping. The little man yelled and rustled clumsily under the flap at the end of the tent. The bear snarled awfully and made a jump and a grab at his disappearing game. The little man, now without the tent, felt a tremendous paw grab his coat tails. He squirmed and wriggled out of his coat like a schoolboy in the hands of an avenger. The bear bowled triumphantly and jerked the coat into the tent and took two bites, a punch and a hug before he, discovered his man was not in it. Then he grew not very angry, for a bear on a spree is not a black-haired pirate. He is merely a hoodlum. He lay down on his back, took the coat on his four paws and began to play uproariously with it. The most appalling, blood-curdling whoops and yells came to where the little man was crying in a treetop and froze his blood. He moaned a little speech meant for a prayer and clung convulsively to the bending branches. He gazed with tearful wistfulness at where his comrade, the campfire, was giving dying flickers and crackles. Finally, there was a roar from the tent which eclipsed all roars; a snarl which it seemed would shake the stolid silence of the mountain and cause it to shrug its granite shoulders. The little man quaked and shrivelled to a grip and a pair of eyes. In the glow of the embers he saw the white tent quiver and fall with a crash. The bear's merry play had disturbed the center pole and brought a chaos of canvas upon his head.

Now the little man became the witness of a mighty scene. The tent began to flounder. It took flopping strides in the direction of the lake. Marvellous sounds came from within--rips and tears, and great groans and pants. The little man went into giggling hysterics.
The entangled monster failed to extricate himself before he had walloped the tent frenziedly to the edge of the mountain. So it came to pass that three men, clambering up the hill with bundles and baskets, saw their tent approaching. It seemed to them like a white-robed phantom pursued by hornets. Its moans riffled the hemlock twigs.

The three men dropped their bundles and scurried to one side, their eyes gleaming with fear. The canvas avalanche swept past them. They leaned, faint and dumb, against trees and listened, their blood stagnant. Below them it struck the base of a great pine tree, where it writhed and struggled. The three watched its convolutions a moment and then started terrifically for the top of the hill. As they disappeared, the bear cut loose with a mighty effort. He cast one dishevelled and agonized look at the white thing, and then started wildly for the inner recesses of the forest.

The three fear-stricken individuals ran to the rebuilt fire. The little man reposed by it calmly smoking. They sprang at him and overwhelmed him with interrogations. He contemplated darkness and took a long, pompous puff. "There's only one of me--and the devil made a twin," he said. 


Sebuah cerita pendek adalah sebuah karya singkat sastra , biasanya ditulis dalam narasi prosa . [1] Muncul dari sebelumnya lisan cerita tradisi di abad ke-17, cerita pendek telah berkembang meliputi tubuh bekerja begitu beragam seperti untuk menentang karakterisasi mudah. Paling-paling prototipikal cerita pendek fitur cast kecil karakter bernama, dan berfokus pada insiden mandiri dengan maksud membangkitkan "efek tunggal" atau suasana hati. [2] Dengan demikian, cerita pendek menggunakan plot, resonansi, dan komponen lainnya dinamis untuk tingkat yang jauh lebih besar daripada yang khas dari anekdot , belum tingkat yang jauh lebih rendah daripada baru . Sementara cerita pendek sebagian besar berbeda dari novel, penulis kedua umumnya menarik dari kolam renang umum teknik sastra .

Singkat cerita ada telah mengatur panjangnya. Dalam hal jumlah kata tidak ada demarkasi resmi antara anekdot , cerita pendek, dan novel. Sebaliknya, parameter form diberikan oleh konteks retorika dan praktis di mana cerita yang diberikan diproduksi dan dipertimbangkan, sehingga apa yang merupakan sebuah cerita pendek mungkin berbeda antara genre, negara, era, dan komentator. [3] Seperti novel, Bentuk dominan cerita pendek mencerminkan tuntutan pasar yang tersedia untuk publikasi, dan evolusi bentuk tampaknya terkait erat dengan evolusi industri penerbitan dan pedoman pengajuan rumah penyusunnya. [4]

Cerita pendek telah dianggap baik bentuk magang sebelum karya yang lebih panjang, dan bentuk kerajinan dalam dirinya sendiri, dikumpulkan bersama dalam buku panjang yang sama, harga, dan distribusi sebagai novel. Singkat cerita penulis dapat mendefinisikan pekerjaan mereka sebagai bagian dari seni dan pribadi ekspresi bentuk. Mereka juga mungkin mencoba untuk menolak kategorisasi berdasarkan genre dan bentuk tetap.